Kamis, 01 Juli 2010

= Catatan Mathar Moehammad: KADO KOTA JAKARTA ke-483 : MENGUNGKAP KEBENARAN SEJARAH TANGGAL LAHIR KOTA JAKARTA

Catatan Mathar Moehammad: KADO KOTA JAKARTA ke-483 : MENGUNGKAP KEBENARAN SEJARAH TANGGAL LAHIR KOTA JAKARTA

KADO KOTA JAKARTA ke-483 : MENGUNGKAP KEBENARAN SEJARAH TANGGAL LAHIR KOTA JAKARTA
21 Juni 2010 jam 19:58

22 Juni Hari Ulang Tahun siapa ? Kota Jakarta sudah memasuki 483 tahun berdasarkan perhitungan lahirnya, yakni 22 Juni 1527,banyak orang Betawi atau Jakarta yang meyakini tanggal kelahirannya ini. Seperti halnya kebanyakan orang Betawi yang gak mau tahu tanggal & hari lahir, setuju saja tanggal 22 Juni sebagai HUT Jakarta. Kota Jakarta, mungkin karena benda mati, gak tahu dan setuju saja ketika ditetapkan 22 Juni 1527 sebagai kelahirannya tanpa menguji lebih jauh. Sebagai generasi kritis, sudah waktunya kita bertanya, 22 Juni yang ulang tahun siapa? Kenapa ? Budayawan Betawi yang baru saja ditetapkan Universiti Kebangsaan Malaysia sebagai Sejarahwan & Budayawan Betawi, Drs.H.Ridwan Saidi, ternyata sejak tahun 1988 sudah mengajak banyak pihak menguji kebenaran penetapan tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta, tapi selalu diabaikan.Bahkan oleh Tokoh-tokoh Betawi.

Kita tengok kebelakang selintas, akan kita dapati prosesi sejarah Bandar Kalapa yang sejak abad XV sudah menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Pada tahun 1520, Kerajaan Sunda Pajajaran mengutus Wak Item orang dari Kerajaan Tanjung Jaya yang juga merupakan bagian dari kerajaan Sunda Pajajaran. Disebut Wak Item,karena berpakaian serba item (hitam) seperti suku Baduy.Wak Item disebut juga Batara Katong, karena memakai mahkota dari emas. Kemudian Cirebon fitnah Wak Item sebagai penyembah berhala.

Dalam kajian sejarah, Wak Item merupakan proto manusia Betawi (sebelum dipastikan sebagai suku Betawi). Wak Item ditugaskan sebagai Xabandar (syahbandar) Bandar Kalapa atau dikenal Pelabuhan Sunda Kelapa. Ada pula menyebut, Fatahillah menyerbu Kalapa dengan maksud meng-Islam-kan penduduk Labuhan Kalapa. Padahal orang-orang Betawi sendiri telah menjadi Islam oleh Syekh Hasanuddin Patani pada Abad XV, mulai dari pesisir Timur Pulo Kalapa sampai Tanjung Kait di barat. Asalnya memang orang Betawi monoteistik (sejak Abad V) seperti dalam temuan Batujaya, Lalampahan, Bujangga Manik, Syair Buyut Nyai Dawit. Monoteisme leluhur Betawi dihajar Tarumanegara pada abad IV (Wangsakerta), tapi Pajajaran tidak ganggu, baik ketika masih monoteistik maupun setelah menjadi Islam. Bahkan Prabu SIliwangi memproteksi Pesantren Syekh Hasanuddin Patani (Babad Tanah Jawa, Carios Parahiyangan). Jadi tidak benar pada tahun 1527, Fatahillah menyerbu Wak Item & orang Betawi di Labuhan Kalapa, karena alasan mereka penyembah berhala.

Menurut F.De Haan (1932) dalam buku “Oud Batavia” tugas-tugas Xabandar adalah : mencatat keluar masuk kapal, memenej bisnis dan mencatat jumlah penduduk. Dalam Prasasti Padrao dijelaskan adanya perjanjian antara Kerajaan Sunda Pajajaran dengan Portugis, antara lain berisikan : Portugis diberi hak membangun loji atau benteng disekitar Bandar Kalapa. Pada 1522, Wak Item teken perjanjian dengan Portugis yang merupakan perjanjian imbal beli : lada ditukar meriam. Wak Item meneken perjanjian PADRAO (baca padrong), dengan membubuhkan huruf WAU dengan khot indah.

Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pintu masuk perdagangan yang ramai pada jaman itu, sehingga merangsang pihak manapun untuk menguasainya. Fatahillah kemudian menjadi utusan Sunan Gunung Jati untuk merebut Bandar Kalapa. Kemenangan Fatahillah 22 Juni 1527 dijadikan sandaran menetapkan perubahan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan kemudian berubah menjadi Jakarta. Kemenangan ini disebut “Fathan Mubina” kemenangan besar dan nyata, dan Fatahillah disanjung sebagai pahlawan, kemudian tanggal kemenangannya ditetapkan sebagai hari ulang tahun kota Jakarta.Bisa dipastikan Fatahillah adalah pahlawan bagi orang Cirebon, tapi tidak sebagai pahlawan bagi orang Betawi. Dari folklore yang masih hidup di sementara kalangan penduduk Bogor asli penaklukan oleh Fatahillah disebut sebagai perang Betawi. Perang Penaklukan ini menelan korban yang tidak sedikit anatara lain, musnahnya 3.000 rumah yang dirusak oleh Fatahillah (de Quoto: 1531), tewasnya Wak Item atau Batara Katong versi naskah Cirebon beserta puluhan pengawal Labuhan. Daerah Mandi Rancan dikosongkan dari penduduk asli dan menjadi puing-puing reruntuhan belaka sampai Pangeran Jayakarta menjualnya pada Belanda pada 1602.( Kampung Betawi.com)

Benarkah tanggal 22 Juni sebagai ketetapan tanggal kelahiran yang teruji sejarah dan jadi acuan Pemerintah Kota Jakarta ? Penggagas penetapan hari kelahiran Jakarta adalah Sudiro,Walikota Djakarta Raja (1953) dan tahun 1958-1960 sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat.I Kotapradja Djakarta Raja. Pada saat berkuasa itu, Sudiro meminta kepada Mr.M.Yamin, Sudarjo Tjokrosiswono (wartawan) dan Mr.DR.Sukanto (ahli hukum adat/sejarahwan) untuk melakukan pengkajian sejarah kelahiran kota Jakarta yang akan ditetapkan sebagai HUT Jakarta dikemudian hari.

Sukanto dalam penelitiannya menggunakan perhitungan berdasarkan almanak Jawa dan Islam, karena dianggap Fatahillah adalah Muslim yang menghormati adat Jawa. Almanak Jawa digunakan berdasarkan penghitungan masa panen. Untuk itu Sukanto “memperkirakan” nama Djakarta diberikan beberapa bulan setelah Maret 1527, berkaitan dengan mangsa panen. Sementara Prof.Dr.Husein Djajadiningrat meragukan tanggal satu mangsa kesatu pada 1527 jatuh pada 22 Juni Masehi.

Dr.J.A.Brandes, ahli kebudayaan Jawa, menetapkan masa panen adalah mangsa kesepuluh (Kasadasa) yang jatuh pada 12 April sampai 11 Mei. Djajadiningrat menyatakan bahwa berdasarkan penanggalan Islam selalu dikaitkan dengan hari besar Islam atau bulan-bulan Hijryiah. Patut diperhatikan bahwa bulan Rabiulawwal 933 H berlangsung sampai tanggal 4 Januari 1527. Sehingga ada kemungkinan penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta oleh Fatahillah terjadi antara tanggal 17 Desember 1526 sampai 4 Januari 1527. Menurut Djajadiningrat yang membandingkannya dengan catatan tahun 1880, tanggal satu mangsa kasa (kesatu) jatuh pada 17 Juli (menurut hitungan bintang Weluku) dan tanggal 9 Juli (menurut hitungan bintang Wuluh).
Sementara di desa-desa di Kudus,menurut Bupatinya RMAA. Tjondronegro, penduduk menghitung mangsa kasa mulai kira-kira tanggal 21 Juni. Ada pergeseran 2-3 hari dalam menghitung satu mangsa kasa, yaitu, tahun 1855 sampai tahun 1858 jatuh pada tanggal 22 Juni, tahun 1859 sampai tahun 1861, jatuh pada 21 Juni, sedangkan pada tahun 1947 jatuh pada tangga 23 Juni.

Polemik 22 Juni untuk ditetapkan sebagai hari kelahiran kota Jakarta berlangsung cukup lama. Kemudian A.Heuken SJ menekankan keraguannya terhadap penetapan 22 Juni sebagai tanggal lahir Jayakarta. Didalam kompilasi sumber-sumber sejarah Jakarta abad V (yang tertua) sampai tahun 1630 yang disusun oleh A.Heuken SJ, ditunjukkan bahwa penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang dilakukan Fatahillah yang dijadikan oleh Soekanto untuk menetapkan ulang tahun kota Jakarta “TIDAK TERBUKTI OLEH DATA SEJARAH MANAPUN”. Dengan begitu masihkah ada data bahwa sejarah memberikan informasi kebenaran tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta ? (Monalohanda. Arsip Nasional RI)

Soekanto adalah seorang ahli hukum adat, yang masih diragukan metode risetnya. Tapi secara substansial Soekanto sama dengan Djajadiningrat, hanya berbeda pada penghitungan tanggal saja. Soediro sendiri sebagai politisi PNI bermaksud menetralkan suasana panas di Konstituante yang sedang debat masalah Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Tanggal 22 Juni diambil sebagai upaya melunakkan MASYUMI saat itu, karena memang PNI yang legowo dan untuk bisa membujuk kompromi dengan MASYUMI di Konstituante 1958. Saat itu HAMKA langsung merespon dan mengatakan Jayakarta dari kata Fathan Mubina yang katanya merupakan khutbah Jayakarta pas menang (tanpa sumber/RS). Bisa dipastikan penetapan tanggal 22 Juni sebagai tanggal lahir Kota Jakarta merupakan kompromi politik PNI dengan MASYUMI.
(uraian Ridwan Saidi kepada penulis pada pertengahan Mei 2010)

Akhirnya diakui oleh Soediro bahwa penetapan tanggal 22 Juni sebagai tanda kelahiran kota Jakarta semata-mata adalah keputusan politik, tanpa mau mengujinya dari sisi pandang manapun beradasarkan fakta ilmiah. Pada Sidang Dewan Perwakilan Kota Djakarta Sementara 1956 diputuskan tanggal 22 Juni sebagai tanggal ulang tahun kota Jakarta hingga sekarang. Sangat disayangkan,tidak ada yang mau peduli benar salahnya tanggal 22 Juni sebagai ketetapan Ulang Tahun Kota Jakarta !!! Sungguh ironis,kota yang jadi pusat kekuasaan,ibukota Negara, warga kotanya mau menerima begitu saja keputusan politik 1956 tanpa kemauan mengkaji ulang kebenarannya. Dengan diterbitkannya SK Nomor.6/DK.Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja tanggal 23 Februari 1956, ditetapkanlah tanggal 22 Juni sebagai tanggal lahirnya Kota Jakarta. Inilah Keputusan Politik nya.

Prof.Dr.Soekanto menulis buku "Dari Djajakarta ke Djakarta" (1955). Dia bilang Djakarta lahir 22 Juni 1527, saat Fatahillah berhasil kalahkan "MUSUH BESARNYA (UMMAT ISLAM BETAWI)". Kemudian tahun 1955 ketika diadakan Mubes RT/RK se-Jakarta yang usulkan 22 Juni sebagai HUT Jakarta disetuji oleh Soediroo,Walikota Djakarta Raja, walaupun ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Daerah Djakarta Raja yang minta agar penetapan ditunda hingga tahun 1977.

Soediro dalam sambutannya 22 Juni 1956 juga mengkaitkan HUT Jakarta dengan Piagam Jakarta. Panitia penetapan HUT Jakarta dipimpin oleh M.Masserie (pendiri Kaoem Betawi 1923) dibantu 5 orang anggota yang 2 diantaranya orang Betawi : Jusuf Bandjar dan M.Saat. Keterangan sejarah terdekat bisa dipastikan bahwa data & fakta sejarah kuat tidak mendukung penetapan 22 Juni 1527 sebagai tanggal lahir kota Jakarta. Karenanya penetapan itu harus ditolak, khususnya bagi Kaum Betawi !!!

Patut kita kutip cerita Drs.H.Ridwan Saidi ketika sempat bertemu Pak Prijanto, Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Ridwan bertanya, 22 Juni bapak merayakan apa ? Pak Prijanto menjawab Fatahillah rebut Jakarta (sejatinya Cuma sekitar Labuhan Kalapa.RS) Kemudian kata Ridwan,kalau Fatahillah pemenang dan dirayakan berarti dia pahlawan. Penjahatnya siapa ? Sayang Ridwan Saidi tidak menceritakan jawaban Pak Prijanto. Tentu saja,jangankan Prijanto,bahkan mungkin juga Fauzi Bowo yang orang Betawi pastinya tidak bisa menjawab pertanyaan Ridwan Saidi.(uraian Ridwan Saidi kepada penulis pada awal Mei 2010 mlalui sms)

Menurut Ridwan Saidi, Labuhan Kalapa dikuasai Kerajaan Sunda Pajajaran dan Orang Betawi sebagai pelaksana yang ngurusin Labuhan Kalapa. Pada saat Fatahillah menyerbu Labuhan Kalapa, ada 3.000 rumah orang Betawi yang dibumi hanguskan (menurut buku de Quoto 1531) pasukan Fatahillah yang jumlahnya ratusan. Penduduk Betawi ini kemudian berlarian ke bukit-bukit hidup bagai Tarzan. Menurut Ridwan Saidi, Wak Item sebagai Xabandar Labuhan Kalapa hanya punya pasukan pengikut sebanyak 20 orang. Dengan gigih melawan pasukan Fatahillah, walau akhirnya semua tewas, mati syahid melawan penjajah dari pasukan Koalisi Demak-Cirebon-Banten. Xabandar Wak Item tewas dan ditenggelamkan ke laut oleh pasukan Fatahillah,sementara 20 orang pengikutnya semua juga tewas (Babad Cirebon).
Menurut Ridwan Saidi, tidak pernah ada pertempuran antara Fatahillah dengan Portugis, karena armada Fransisco de Xa tenggelam diperairan Ceylon. Jadi yang menghadapi Pasukan Fatahillah adalah Xabandar Wak Item dengan pengawal-pengawalnya yang berjumlah 20 orang. Bahkan menerut beliau Fatahillah juga dibantu tentara asal Gujarat yang merupakan anak buahnya di Pasai. JJ Rizal dalam Forum Kajian Jumatan menyatakan bahwa Fatahillah melakukan ekspansi militer (tentu dengan pasukan Koalisi Demak-Cirebon-Banten, bahkan menurut H.Ridwan Saidi, dibantu oleh tentara dari Gujarat) dengan motif penguasaan ekonomi di Bandar Kalapa.

Ketika Fatahillah menguasai Bandar Kalapa, maka orang-orang Betawi yang ada, tidak boleh mencari nafkah sekitar Labuhan Kalapa (Hikayat Tumenggung Al Wazir). Kalau kemudian hari orang Betawi membantu VOC menghancurkan kerajaan Jayakarta, adalah wajar karena dendam orang terusir. Pada tahun 1619, kerajaan Jayakarta akhirnya takluk pada VOC karena mendapat bantuan orang Betawi .

Kembali pada kajian penetapan tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta, dimana ditetapkan perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan kemudian menjadi Jakarta, ternyata masih misteri dan kita tak usah meyakin-yakinkan diri terhadap kebenaran ini. Sebagai keputusan politik, tentu saja kita masih bisa merubahnya demi kepentingan sejarah dan panutan generasi berikut. Kita jangan ikuti terus apa-apa yang salah,tapi siap untuk memperbaiki dan merubahnya. Atau kita tanyakan saja pada Monas yang tegak ditengah kota Jakarta, sebenarnya dengan data & fakta sejarah mana tanggal 22 Juni Kota Jakarta ditetapkan tanggal ulang tahunnya?

Sebagai penerus generasi Betawi kita ditantang untuk cari tahu, membenarkan pendapat diatas karena putusan politik, atau kita dapatkan fakta baru sejarah Jakarta ini. Bagi kaum Betawi, 22 Juni 1527 bukanlah kemenangan, tapi peristiwa menyakitkan, karena Wak Item dan pasukannya serta kaum Betawi yang 3.000 rumahnya dibumi hanguskan menjadi bukti. Alasan Fatahillah menyerbu Bandar Kalapa dengan alasan agama juga sudah tertolak dengan fakta bahwa Wak Item adalah seorang muslim yang tidak setuju dengan otoritas keilmuan Islam Cirebon. Orientasi keagamaan Islam orang Betawi pada Syech Quro di Krawang, dimana syech Qurro dalam wasiatnya meminta agar Qur'an-nya dikuburkan bersama jasadnya bila dia wafat. Syech Qurro menikahi putri Batujaya dan Prabu Siliwangi yang Bhrahmanis (Hindu) melindungi Syech Qurro dan madrasahnya yang mana suatu saat Prabu Siliwangi menikahi santri Syech Qurro bernama Subang Larang. Menurut Laporan Hotman (1596) tentang Jayakarta, dikatakan ada 3.000 rumah dikosongkan,kota ditinggal karena penduduk mengungsi pada saat penyerbuan Fatahillah.


Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan:

1. Kaum Betawi dibawah Wak Item sudah lebih maju dengan melakukan Pakta Perdagangan dengan
Portugis,dimana Portugis hanya diberi akses sedikit saja .
2. Fatahillah dan pasukan koalisi (Demak,Cirebon & Banten) menyerbu Bandar Kalapa bukan dengan
alasan agama,tapi ingin menguasai pintu perdagangan.
3.Terjadi pembumihangusan kaum Betawi (yang sudah Islam) pada saat itu dan itu berarti Fatahillah
bukanlah pahlawan bagi Betawi,api penjajah bagi Betawi & mungkin pahlawan Cirebon.
4.Penetapan 22 Juni 1527 sebagai tanggal lahir Kota Jakarta dalah kekeliruan,karena tidak ada
sandaran maupun data atau fakta sejarah dari manapun. Kecuali kompromi politik dan menghasilkan
berdasar keputusan politik oleh Soediro tahun 1956

Setelah kita menelisik catatan sejarah,ternyata tak ada satupun faktasejarah yang mendukung penentapan 22 Juni sebagai tanggal lahir Kota Jakarta. Sebagai kaum Betawi, apakah kita tidak peduli bahwa 22 Juni 1527 adalah saat yang menyakitkan bagi kaum Betawi? Haruskah kita terima begitu saja karena kita memang tidak peduli dengan jati diri Betawi.

Sudah selayaknya Kaum Betawi mau menguji ulang catatan tentang sejarah Kaum Betawi, baik mulai dari Situs Batujaya (abad II M) maupun pada saat penguasaaan Bandar Kalapa oleh Wak Item tahun 1522 dan penyerbuan Fatahillah yang dipuncaki 22 Juni 1527.
Terlepas Pemerintah tidak peduli dengan penelusuran fakta sejarah ini, tapi bagi Ras/kaum Betawi di Jakarta dan sekitarnya, kita harus memiliki sikap untuk meluruskan sejarah yang cukup lama dibuat keliru karena keputusan politik yang jadi sandarannya. Mungkinkah kita biarkan hati kita ikut meramaikan perayaan HUT Kota Jakarta 22 Juni,bila kita tahu leluhur-leluhur Betawi gigih berperang melawan koalisi pasukan Demak-Cirebon-Banten yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan Bangsa Betawi pada saat itu…?
(mathar moehammad kamal, tenabang/delapan belas Mei 2010/updating ke-2 : 21 Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar