TRADISI BERLEBARAN BETAWI DALAM KEHIDUPAN MODERN (Forum Kajian Budaya Betawi edisi 15)
PENGANTAR:
Topik ini diajukan karena keinginan saya untuk menjaga warisan tradisi kaum Betawi,walau ada juga pertanyaan "Untuk apa dilestarikan di era modern ini ? dan Untuk siapa kita bicarakan tradisi berlebaran Betawi ?". Tentu saja kajian ini tidak ada hubungannye dengan rencara Pemprov.DKI Jakarta dan Bamus Betawi yang akan mengadakan Lebaran Betawi untuk yang ketiga kali.
Melaksanakan tradisi berlebaran, kelihatan merepotkan dijaman yang serba praktis dan pragmatis sekarang ini. Bini, anak-anak dan keluarga kita sudah abai dalam menghadapi lebaran dengan ikuti tradisi masa lalu, karena menurut mereka pasti repot dan gak usah diadain lagi. Apalagi setelah cape sebulan penuh ngurusin puasa (buka-sahur). Tapi kalau kita ke daerah Kosambi, Cengkareng, kita ngiri,karena disana masih bertahan tradisi berlebaran Betawi. Sikap memahami lebaran sama dengan puasa yang harus dilakukan selama sebulan merupakan salah satualasan tradisi ini dilaksanakan.
Bagi saya semua ini merupakan warisan yang tetap harus dipertahankan ditengah gelombang budaya modern yang bahkan dalam bersilaturahmi sudah sangat praktis,menggunakan produk teknoloji modern, seperti SMS dan FB. Tapi substansi "kebertemuan dalam silaturahmi" gak bisa digantikan dengan metode apapun.Sebagai bagian dari budaya Betawi, tradisi berlebaran Betawi tak bisa dihilangkan begitu saja. Karena ini tetap terus kita wariskan kepada generasi berikut kaum Betawi. Jika tidak, maka sedikit demi sedikit budaya dan segala bentuk tradisi Betawi akan punah.
Dalamkesempatan ini, kita coba kilas balik mengenang cara berlebaran orang-orang tua kita terdahulu. Tradisi berlebaran Betawi sangat terasa dalam arti "marwah"Idul Fitri setelah sebulan puasa di bulan Ramadhan. Mempertahankan tradisi berlebaran Betawi bagi kita harus dijadikan tanggung jawab bersama, secara moral kite terpanggil untuk menjaga tradisi ini. Walaupun dalam forum kajiankali ini kita hanya mencoba "rewind" apa yang kita rasakan ketika kita masih kecil dulu.
Dalam perspektif kehidupan modern sekarang ini, melaksanakan tradisi berlebaran Betawi sungguh sangat merepotkan, apalagi jika dikaitkan dengan persiapan menghadapi lebaran mulai dari H-5. Persiapan-persiapan itu menyita waktu,tenaga dan dana, tapi hasilnya membuat kenangan indah yang sekarang sulit ditemukan secara menyeluruh di keluarga-keluarga Betawi. Orang Betawi menghadapi Lebaran mempersiapkan sejak H-5, dimana dimulai dengan bikin dodol, kue-kue kering dan puncaknya H-1dengan membuat kue basah dan persiapan ketupat lebaran. Jika dirinci, makin terlihat betapa kesibukan orang Betawi dengan tradisi berlebarannya merupakans ebuah upaya menghormati dan menghargai tetamu, sanak permili dalam silaturahmi lebaran (Idul Fitri). Jaman lalu, biarpun merepotkan, tetap menyenangkan dan tidak ada rasa lelah menyiapkannya. Yang paling menarik, apa yang dilakukan dengan persiapan berlebaran, bahkan bisa diartikan sebagai "perekat kekerabatandan budaya" yang diteruskan dengan silaturahmi lebaran pda hari H-nya.
Esens pelaksanaan tradisi berlebaran Betawi yang kita bahas hari ini adalah, penting dan tidaknya persiapan lebaran yang merupakan titik tolak dari tradisi berlebaran yang mau kitapertahankan ? Begitu juga, akankah kita biarkan tradisi berlebaran hilang dimakan waktu dan hanya menjadi kenangan belaka ? Dalam kesempatan ini, kita sharing, abang-abang dan mpok yang hadir, sekurang-kurangnya bercerita kenangan berlebaran gaya Betawi dan memberikan tanggapan serta mengajukan gagasan bagaimana caranya jika kita ingin mempertahankan tradisi berlebaran Betawi ?(matharmoehammadkamal)
RUDIALBADR
Dikampung saye, dulu kuat sekali tradisi berlebaran Betawi. Tapi dengan kawin campur dan berjalannya waktu, sudah mulai kurang dilakukan. Tapi keluarga saya masih mentradisikan kumpul ditempat yang dianggap paling tua setelah turun shalat Ied. Shalat Ied selalu diadakan dimesjid peninggalan engkong saye dari keturunan "Ki Mera" . Keluarga besar Ki Mera, dihari pertama biasanya langsung berziarah kubur. Setelah itu barulah kumpul ditempat yang ditentukan dan dianggap paling tua dari rumpun keluarga Ki Mera' dan ini dianggap paling efektif dan efisien. Selanjutnya barulah melebar datangi- bersilaturahmi dengan permili laen.
Menurut saya, kawin campur mengakibatkan tersebarnya tempat tinggal orang Betawi, sehingga di tentukan dengan cara memusatkan kumpul ditempat yang paling tua. Pola ini masih bagus dan tetap kami pertahankan, khususnya keluarga besar Ki Mera' walaupun, karena keadaan tradisi berlebaran tidak lagi sebulan penuh.
Mengenai"ngejot" atau antar-antaran, masih tetap berlangsung. Biasanya malam takbir kita saling tukar makanan, seperti ketupat sayur dan lauk-lauknye. Kite anak-anak, paling suka disuru antar makanan,karena pasti dapat uang dari saudara kita yang menerima antaran dari nyak/keluarga kita.
Menurut saya masih banyak yang bisa dirinci untuk bisa mempertahankan tradisi berlebaran Betawi. Saya berharap terus digali dan dipublikasikan agar tradisi berlebaran ini jangan punah.
SATIRI(Cipete)
Lebaran ditempat saya sudah berbeda seiring dengan perubahan lingkungan, dimana percampuran etnis dikampung saya sudah terjadi lama. Orang-orang Betawi mulai kurang di tempat saya. Sekarang malah tradisi kumpul dilakukan di tempat RT.Lingkungan disana sudah semakin kompleks. Namun demikian, bagi yang masih punya keluarga besar Betawi, masih ada yang melaksanakan tradisi berlebaran Betawi,walaupun sebagian lagi sudah tidak perduli.
Masalahnya,anak sekarang sudah tidak mau ikut keliling berlebaran seperti jaman saya kecil dulu. Saya merasakan waktu kecil dulu, saya diajak orang tua keliling silaturahmi kepada seluruh permili dari ibu dan bapak saya. Di hari pertama bisanya kerumah engkong dan nyai, baru kemudian kerumah ncang-ncing. Hari kedua baru kite ziarah kubur
Karena sering diajak orang tua, maka nama saya akan di hafal sebagai anak dari nyak-babe saya dilingkungan permili/keluarga besar. Disini sangat penting agar tidak kematian obor. Jika kite jarang ajak anak-anak kite silaturahmi yang setaon sekali dalam keluarga besar, pasti anak-anak kite akan mati obor.Sekarang ini arus deras pola dan budaya modern membentuk sikap anak-anak kita. Pergeseran tradisi ini juga terjadi karena orang tua cuek, gak mau ajak anak-anaknya silaturahmi lebaran.
Sedangkan dalam hal antar-antaran masih tetap dilakukan pada malam takbiran, dimana ketupat dan sayurnya serta lauk, ditukar dengan makanan lain dari orang yang kita kirim. Pada hari lebaran, juga masih ada tradisi bawa kue lebaran, baik kue kering dan basah. Ditempat saya masih juga dianggap kalo lebaran sebulan penuh, karena disamakan dengan puasayang juga sebulan penuh. Dengan begitu gak heran bila kita datang ke saudara jauh saat Syawal ampir abis.
Tradisi berlebaran bagi saya berdasarkan nilai-nilai agama Islam, jadi kita pertahankan sama dengan menjaga nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan orang Betawi. Salah satu kritik saya adalah, anak-anak sekarang sudah tidak perduli tentang adab cium tangan pada orang yang lebih tua, khususnya pada sodara deket. Bahkan cara cium tangan anak sekarang dimodel-modelin, seperti memegang tangan orang yanglebih tua dan menempelkannya ke dahi atau pipi. Demikian juga tradisi mengucap salam "assalamualaikum" sudah gak diperdulikan. Apakah guru-guru ngaji sekarang juga tidak menekankan hal ini atau memang anak-anak kite sudah tidak perdulidengan pengajian. Untuk itu, saya berharap kita tetap harus menjaga tradisi in idan terus disebarkan kepada generasi Betawi agar jangan lupakan warisan nilai orang-orang tua dulu yang berkesuaian dengan ajaran agama Islam.
BACHTIAR(Rawabelong)
Lebarankan agenda tahunan silaturahmi keluarga besar kita untuk maaf-maafan.Sebelonnye orang Betawi sudah mulai dengan silaturahmi di mesjid dengan NisfuSya'ban, munggah puasa dan di saat tharaweh juga sudah ada tradisi silaturahmi.Ini luar biasa sebagai konsep Islam. Sekarang sudah ada pergeseran, khususnya dikampung yang sudah sedikit orang Betawi-nya. Lebaran sekarang "gak sedep"rasanya. Gak kita lihat orang ider-ideran, ngiterin seluruh rumah dikampung selama beberapa hari. Sekarang 3 hari saja dari Hari Raya Lebaran, sudah sepi dikampung kite. Padahal puasa sebulan, kudunya diikuti dengan silaturahmi lebaran selama sebulan. Masalahnya apa masih berlaku ? Ada sodara kite bingung kalo kite datangin padahal masih bulan Syawal tapi tidak diawal-awalnya.
Salah satu penghambat silaturahmi lebaran seperti dimaksud dalam tradisi lebaran Betawi adalah karena letak tempat tinggal keluarga, saudara-saudara kita yang jauh. Apalagi dengan kawin campur yang sering tinggal dipinggir-pinggirJakarta. Padahal kalo dianggap sebagai agenda tahunan gak usah dipersoalkan jauh dekatnya tempat tinggi dan sialturahmi yang dilakukan di akhir bulan Syawal. Kalo diteliti, justru dengan lebaran sebulan sangat berarti. Bisa jadi ada orang yang kite anggap temen,ternyata dalam silaturahmi lebaran ketemu garis silsilah pamili.
Kalo ditempat saya, turun shalat Ied, langsung ziarah kubur. Setelah itu datangi orang tua atau mertua yang masih tinggal se kampung, baru kemudian orang-orangtua dari keluarga besar kita, baru tetangga dan kerabat. Juga dibiasakan kita kumpul ditempat yang dituakan hingga semua datang dari mana-mana, baru kitabergerak ketempat saudara lain.
Yang menarik bagi saya adalah ketika kita dan orang tua kita merasa "wajib"menyiapkan uang untuk dibagi-bagikan pada anak-anak yang ikut silaturahmi karena diajak orang tuanya. Ini kita anggap sebagai penggirang lebaran dan cuma setahun sekali. Ini juga jangan dihilangkan dan jangan ditafsirkan seolah-olah membentuk sikap mengharap atau minta-minta. Saya juga heran jika tradisi berlebaran diformalkan tapi tidak dikuatkan dengan isi tradisi dan budaya Betawi. Misalnya dalam Lebaran Betawi, ada antar-antaran roti buaya yang menurut saya tidak tepat dengan situasi dan kondisi berkaitan dengan tradisi menggunakan roti buaya. Saya kuatir kalo kita tidak teliti, budaya Betawi akan simpang siur dan akan punah karena tidak dilakukan sebagaimana mestinya.
BangUWO (Kemang)
Pada dasarnya hampir sama tradisi berlebaran di Kemang, hanya saja sekarang sudah mengikis tradisi Betawi-nya,apalagi bila kampung kita sudah berubah fungsi penghunian dan orang-orang Betawi tinggal sedikit. Di tempat saya, antar-antaran masih ada, tapi dipusatkan di masjid saat malam takbiran yang dilakukan dengan tahlil dan takbir. Antar-antaran makanan juga bisa diartikan sebagai tukar-tukaran makanan yang dimasak dirumah kita.
Pada usai shalat Ied, kita juga masih ada tradisi antar-antaran keu-kue. Ditempat saya masih ada tahlilan dan takbiran dimesjid, baru setelah itu pulang kerumah masing-masing dan mengunjungi keluarga besar dan diutamakan yang dituakan.
Angpau bagi anak-anak yang datang silaturahmi masih dilaksanakan. Ini dimaksud sebagai perekat kekeluargaan dan mengenal anak keturunan sejak kecil. Biasanya orang-orang tua sebelon kasih duit selalu tanya ini namanya siapa dan anaksiapa. Jadi ada maksud juga untuk tidak kematian obor.
Sekarang orang sudah gak perduli lagi dengan tradisi lebaran Betawi. Bahkan karena Betawi-nya mulai kawin campur, yang terjadi adalah mengutamakan pulang kampung (istri-suaminya). Bagi saya sudah menjadi kewajiban moral untuk terus menjaga dan melestarikan tradisi berlebaran Betawi, sehingga anak-cucu kita tidak kehilangan asas kebudayaannnya.
MATHARMOEHAMMAD
Tradisi berlebaran yang dipusatkan ditempat orang yang paling tua dari keluarga besar Betawi, merupakan tradisi memberi penghormatan "ketuaan" dalam arti luas. Khususnya berdasarkan keilmuan, tokoh agama dan paling tua, tentu diprioritaskan. Sayangnya generasi sekarang sudah tidak perduli lagi. Budaya modern telah merubah sikap generasi sekarang begitu praktis dan pragmatis,sekaligus merubah sikap dan perilaku hidup dengan adab Betawi yang sarat dengan niilai-nilai agama.
Antar-antaran makanan yang dimaksudkan sebagai ikatan silaturahmi sebelum Idul Fitri,terkadang dijadikan "media menguji kemampuan masak". Orang Betawi yang lidahnya perasa, akan menilai sejauh mana enak tidaknya makanan yang diberikan kepadanya, walaupun tidak dibicarakan secara luas bila dirasakan makanan antarannya tidak enak.
Bagi-bagi uang pada anak-anak yang ikut orang tua silaturahmi lebaran, sekarang masih terjaga dan menjadi semacam "wajib". Benar juga bila didalam pemberian uang kita menanyakan nama dan anak siapa yang kita temui. Ini untuk menghafal anggota keluarga besar kita dan lebih mengenal dari dekat. Sebagai rasa syukur, biasanya walaupun kita belum menikah, tetap menyiapkan uang untuk kita berikan kepada anak-anak. Mereka sangat senang dan akan membicarakan hasil perolehan dan menyebut royal dan pelitnya saudara yang memberinya uang.
Tradisi berlebaran selama sebulan dapat kita terima, bahwa sebulan puasa juga harus dilakukan silaturahmi dengan masa sebulan di bulan Syawal. Jika kita lihat pragmatisme dan kehidupan praktis generasi sekarang, kita sulit berharap mereka mau meneruskan warisan tradisi berlebaran kaum Betawi ini. Mulai dengan kartu lebaran berganti dengan SMS dan sekarang ada FB & Twiter. Tapi kita jangan putus asa untuk menjaga warisan leluhur kita dalam tradisi lebaran Betawi. Dengan kajian dan publikasi, maka kita berharap masih ada ruang dan waktu untuk melestarikan tradisi lebaran Betawi.
H.YASIN(Condet)
Saya Betawi asli Condet, tapi gede dimana-mana, nganyeng-nganyengan kata Betawi.Karena saya ke-mane-mane cari pergaulan, pengalaman dan cari hidup. Dalam kaitan tradisi lebaran Betawi, saya jadi terkenang dan terkesan saat masih belum baligh dulu. Betapa indahnya masa berlebaran jaman dulu. Bahkan terasa seminggu sebelon Idul Fitri, sudah terasa aroma dan marwah lebaran. Tradisi masih begitu kuat. Saya jalan kaki keliling kampung dan kampung lain untuk berlebaran. Saya masih ingat bantu nyak bikin kue, ke pasar beli daging dan keperluan lebaran. Biar kate cuman setaon sekali beli daging rada banyakan, tapi sungguh indah saya rasakan. Sayang sekarang sudah hilang tradisi seperti dulu saya rasakan, puasa dan lebaran kurang sedep lagi.
Sekaranganak-anak Betawi emang sudah kawin campur, gak lagi pertahankan perkawinan antar Betawi, kecuali yang dijodohkan. Anak-anak sekarang juga males kalo diajak jalan kaki keliling kampung silaturahmi lebaran, mereka lebi suka kumpul sesame dan jalan-jalan dengan motor. Saya berharap orang tua mengajak dan mengajarkan tradisi Betawi dalam berbagai hal, termasuk menjaga kelestarian tradisi lebaran Betawi. Terima kasih pada abang-abang yang masih mau ngurusin tradisi Betawi dan mau jagain budaya Betawi. Semoga tradisi dan budaya Betawi jang sampe punah dikampungnye sendiri.
CHAIRILGIBRAN RAMADHAN (Pondok Pinang)
Saya baca buku bang Yahya Andi Saputra "Daur Hidup Adat Betawi", didalamnya ada ditulis tentang lebaran Betawi. Saya berharap jangan sekedar dibuku saja tradisi lebaran diberitahukan kepada publik Betawi, tapi harus terus diupayakan agar tradisi ini bisa dijalankan. Ditempat saya yang menarik adalah "andilan kerbau". Sekarang sudah tidak ada lagi.Saya juga berharap kita terus ajak anak-anak kita silaturahmi dalam keluarga besar, agar Betawi jangan mati obor.
Ketika masih anak-anak, saya terkenang waktu maen obor dan petasan. Tentu saja saat itu arealnya dikampung kita masih luas. Juga saya masih ingat senengnya dapat duitdari orang-orang tua ketika bersilaturahmi lebaran.
Dalam essay saya, tentang Betawi Comberan, saya maksudkan jangan sampe ada Betawi Gedongan yang dianggap aneh di Betawi, kalo ada Betawi intelektual kita justru harus bangga. Saya dikritik JJ Rizal yang nulis di FB saya "Ril, lu masih ngurus Betawi aje. Kalo gue sich udeh kapok". Bagi saya ke-Betawian saya tetap saya ekspresikan melalui karya-karya tulis. Begitu juga menurut saya, mulai mengikisnya tradisi Betawi, karena kita tidak biasa menulis. Misalnya saja kita mulai dengan menulis garissilsilah keluarga besar kita.
CICIA.ILYAS (Cikarang)
Sekarang di Cikarang sudah heterogen dan lebih banyak Sunda. Tapi di keluarga besar saya tetap masih menjaga tradisi berlebaran gaya Betawi. Hari pertama ratusan anggota keluarga besar saya kumpul dirumah yang dituakan. Setelah itu baru bergerak ke tujuan keluarga-keluarga yang akan dikunjungi.
Tradisi antar-antaran yang dilaksanakan sebelum Hari Raya masih berlangsung.Biasanya dimulai dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Mengantar makanan juga menyenangkan karena bisa dianggap sambil jalan-jalan, kerana keluarga yang dituju bisa bukan dikampung kita. Begitu juga tradisi cium tangan tetap dipertahankan. Sayangnya Cikarang sekarang sudah berubah jadi kawasan industri dan perumahan yang penghuninya tentu berbeda budayanya.
MATHARMOEHAMMAD
Kita kasat mata melihat pergeseran. Karena faktor keinginan hidup praktis. Urusan makanan sekarang dilakukan dengan katering, memesan paket ketupat lebaran sudah ada yang siapkan. Sulit ditemui orang tua yang masih mau masak ketupat dengan kayu bakar (kepercayaan bahwa dengan kayu bakar akan lebih enak). Begitu juga kue-kue kering dan basah. Kita sulit mencium aroma wewangian kue dibikin kalo kite liwat rumah-rumah orang Betawi.
Jaman makin modern, orang ogah repot dan anggap Hari Raya lebaran paling hanya 1-3 hari saja. Tradisi lebaran Betawi sudah mulai redup, jarang dilaksanakan, kecuali yang saya lihat di daerah Kosambi-Cengkareng. Begitu juga tradisi andilan yang patungan untuk dapat daging kerbau/sapi sudah gak ada lagi.Padahal ini pencerminan pemberian kepercayaan pada orang yang pegang duit kumpulan, merekat sikap guyub dan interaksi sosial yang tinggi. Waktu masih kecil di Tenabang, yang paling berkesan adalah "nyewa beca" keliling kota dan kita patungan dengan 4-5 orang teman. Kita saling bergantian ngenjot beca sambil teriak-teriak takbir gaya anak-anak. Sekarang gak bakal bisa lagi.
SUPRIADI
Tradisi lebaran Betawi adalah tradisi yang intinya rekatan silaturahmi yang tinggi. Dikampung saya sudah tidak bisa bertahan lama, paling hanya seminggu - 2 minggu, karena sudah sedikit orang Betawinya. Saya menilai andilan adalah suatu kegiatan yang harus dijaga, khususnya kita berikan kepercayaan yang pegang duit dalam keluarga besar kita. Sekarang ini kita dituntut untuk menjaga tradisi ini agar jangan sampe punah.
YAHYAANDI SAPUTRA (Tarogong)
Ditempat saya masih kental juga solidaritas sosial nya, dimana sebelum lebaran ada bersih-bersih kampung dan khususnya mesjid. Andilan masih tetap ada, hanya saja sekarang motong kerbaunya di RPH, karena areal dikampung sudah tidak ada lagi tanah lapang. Bikin kue kering dan kue basah masih jadi kebiasaan orang perempuan dikampung saya. Kecuali dodol yang rada sulit bikinnye, biasanye beli. Antar-antaran juga masih dilakukan. Dulu juga masih rame bakar petasan.
Dikampung saya ada tradisi "malam towong". Biasanya tempat-tempat gelap dipasang obor. Dasar pemikiran tradisi ini adalah, waktu bulan puasa setan kan dirante dan menjelang lebaran setan dilepas rantenya. Maka ditempat-tempat gelap harus diterangi agar gak ada setan nongkrong .
Pada saat lebaran, semuanya sama seperti kampung Betawi laen. Yang pertama dikunjungi adalah orang yang paling tua dalam keluarga besar, kemudian yang dibawahnya dan seterus begitu dari seluruh keluarga besar hingga merata. Ziarah kubur biasanya dilakukan pada hari kedua. Menarik disini adalah kita diajak keliling kuburan dan dikasih tahu makam ngkong-nyai, ncang-ncing dan saudara-saudara yang sudah lebi dulu wafat.
Selanjutnya kita bebas silaturahmi, tapi dikampung saya ada tradisi "tunggu kubur" dimana berdasarkan hasil rapat keluarga ada yang ditetapkan seminggu, dua minggu atau sebulan. Ini sudah tradisi sejak dulu dan turun menurun dan ada yang mengkoordinir tunggu kubur.
Kita juga ditentuin untuk silaturahmi kepada guru-guru kita. Rerod-rerodan kerumah guru-guru kita adalah pemandangan biasa dalam masa berlebaran. Orang laen yang ngendon juga akhirnya ngikut dengan tradisi dikampung saya. Alhamdulillah masih ada tradisi lebaran gaya Betawi yang dipertahankan oleh generasi saya. Kite masih ngajak orang mane-mane untuk membaur ngikutin tradisi yang ade dikampung kite waktu lebaran.
PENUTUP
Masih banyak yang belum kita ungkap dari bagian rinci tradisi lebaran Betawi. Tapi Forum Kajian Budaya Betawi LKB ini akan terus menggalinya dan mempublikasikannya sebagai upaya melestarikan tradisi dan budaya Betawi. Forum Kajian ini tetap berusaha mungutin yang orang buang dari tradisi dan budaya Betawi, juga apa-apa yang dirusak oleh informasi orang-orang pandai Betawi yang tanpa dasar literatur maupun data sejarah lainnya.
Semoga apa yang kita lakukan hari ini merupakan langkah lanjut untuk menapaki sejarah kebudayaan Betawi, sehingga tradisi demi tradisi yang masih harus kita gali akan terus kita lakukan. Semoga ini merupakan kerja bermanfaat dengan niat menjaga tradisi Betawi untuk kita wariskan pada generasi berikut dari kaum Betawi.Tentu saja, kita berharap ALlah Swt meridhoi usaha kita melestarikan Budaya Betawi. (Jakarta,20/08/2010-FKKB : matharmoehammadkamal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar